Oleh : Abu Hafizh Al Jambary“Dan diantara tanda-tanda kekuasan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya. Juga dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang mau berpikir.” (Ar Ruum 21)
"Dialah yang menciptakan engkau dari diri yang satu, dan dari- padanya Dia menciptakan isterinya, agar dia merasa senang kepada- nya." (Al A'raf 189)
“Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang engkau senangi dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja atau budak-budak yang kamu miliki.“ (An Nisa' 3)
Mengapa Antum tidak segera menikah?Bukanlah “Antum” yang ana maksud disini ialah para akhwat, melainkan para ikwaniddin yang menunggu terlalu lama, berpikir terlalu lama untuk segera menyudahi masa lajangnya dengan menikahi wanita shalihah. Sudah sampaikah hadits berikut ini kepada Antum?
“Dunia itu perhiasan dan sebaik-baik perhiasan adalah wanita (isteri) yang shalihah.” (HR. Muslim)
dan sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam
“Di antara kesenangan dunia yang membuatku senang ialah; wanita dan wewangian. Dan dijadikan kecintaanku ada di dalam shalat.” (HR. Nasa'i, Ahmad dan Hakim dengan sanad sahih)
Mengapa Antum tidak segera menikah?Bukanlah karena ana mau menikah dalam waktu dekat ini hingga membuat ana menulis artikel ini, bukan pula bermaksud riya' atas apa yang ana tulis, tidak juga untuk menasehati Antum karena ana masih jahlun dalam hal ini, melainkan ana hanya berusaha menyampaikan kepada antum sebagaimana yang Rasullullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam perintahkan “Ballighu'anni walau aayah” sekaligus ingin bermuhasabah atas diri ana pribadi.
Mengapa Antum tidak segera menikah?Ana menyaksikan bahwasanya mereka para akhwat hingga usianya telah sampai pada saatnya menikah namun belum ada ikhwan yang menikahinya, bukan karena mereka tidak laku atau para ikhwan tidak mau, namun keragu-raguan dalam hatinyalah yang membuat seolah-olah sekarang belum saatnya. Hingga mereka para akhwat berkata (baca: komplain) “mengapa mereka (ikhwan -red) tidak hendak menikahi kami? Padahal mereka mampu!”. Jika Antum merasa belum mampu maka bertawakkallah kepada Allah, dan ingatlah bahwa Allah telah menjelaskannya dalam ayat-Nya
“Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu serta orang-orang yang layak (untuk menikah, kawin) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki maupun hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui." (An Nuur 32)
“Dan orang-orang yang belum mampu untuk melaksanakan pernikahan, maka hendaklah mereka menjaga kesucian diri sehingga Allah memampukan mereka dengan karunia-Nya. “ (An Nuur 33)
Mengapa Antum tidak memohon kepada Allah, padahal:
“Ada tiga golongan yang pasti ditolong oleh Allah 'azzawajalla atas mereka yaitu Al mukaatab (seorang budak yang ingin memerdekakan diri dengan cara bekerja keras) untuk melunasi hutangnya, orang yang menikah demi menjaga diri dari perbuatan maksiat dan para pejuang di jalan Allah.” (HR. Tirmidzi, Nasa'i dan Ibnu Majah)
Mengapa Antum tidak segera menikah?“Ilmu Agama ana masih pas pasan, akankah ana menikah sebelum semuanya tercukupi?” atau “Agama ana masih amburadul, ana akan memperbaiki dulu diri agama ana agar memperoleh istri yang shalihah, 'Laki-laki yang baik untuk wanita yang baik kan?' ”. Tidaklah maksud ana menyalahkan Antum dalam hal ini, silahkan Antum belajar dulu dan memperbaiki diri dulu, namun sudahkah hadits berikut ini sampai kepada Antum?
“Jika seorang hamba menikah, maka sesungguhnya ia telah menyempurnakan setengah dari agamanya. Oleh karena itu, bertaqwalah kepada Allah untuk menyempurnakan sebagian yang lainnya” (HR. Baihaqi dengan sanad hasan)
Bahwa salah satu tujuan menikah adalah menyempurnakan separuh dari agama.
Mengapa Antum tidak segera menikah?Beberapa ikhwan mengatakan kepada ana bahwa dia baru akan menikah jika sudah berumur 30 tahun padahal menurut pandangan ana, dia mampu. Tidaklah dia mengambil keputusan kecuali hanya dengan akalnya saja.
“Wahai para pemuda, barangsiapa di antara kalian memiliki kemampuan untuk menikah, maka menikahlah. Karena sesungguhnya hal itu dapat mencegah pandangan mata kalian dan menjaga kehormatan kalian. Sedang bagi siapa yang belum mampu, maka hendaknya ia berpuasa, dan puasa itu adalah perisai baginya.” (HR. Bukhari, Muslim)
Mengapa Antum tidak segera menikah?Ibnu 'Abbas berkata: "Menikahlah kalian! Karena, satu hari bersama isteri lebih baik daripada ibadah seperti ini (maksudnya adalah shalat) selama satu tahun." Ibnu Mas'ud berkata —dalam keadaan tertusuk pedang ketika perang sedang berkecamuk— "Nikahkan aku, sebab aku tidak senang jika bertemu Allah dalam keadaan membujang!" Diriwayatkan pula, bahwasanya Imam Ahmad bin Hanbal menikah pada hari kedua dari hari wafatnya (mantan) isteri beliau. Imam Ahmad berkata: "Aku tidak senang membujang."
Seorang ikhwan berkata “Tidaklah ana belum menikah melainkan ana khawatir jikalau orang tuanya akan menolak lamaran ana”. Mengenai hal ini, ana hanya bisa berdo'a mudah-mudahan para orang tua memahami dan mengamalkan hadits berikut ini, sehingga tidak ada lagi penolakan kecuali berdasarkan agama dan akhlak.
“Apabila seseorang yang agama dan akhlaknya baik melamar kepadamu, maka hendaknya kamu nikahkan ia dengan anakmu. Jika kamu tidak melaksanakannya, niscaya akan menjadi fitnah di muka bumi dan bencana yang meluas.” (HR. Tirmidzi dengan sanad sahih)
Hanya saja hal ini seringkali disalahgunakan oleh sebagian ikhwan, mereka menikahi wanita-wanita tanpa seizin walinya dengan alasan agar tidak terjadi fitnah yang lebih besar. Telah sampai kepada ana kisah-kisah tentang -maaf “perbuatan menjijikkan ini”, ketika izin orang tua tidak mereka peroleh, akhirnya mereka memaksakan diri dengan menikah dibawah tangan menggunakan “wali” dari para pemimpin mereka, kyai mereka atau ustadz mereka.
Mereka taqlid pada pemuka agama mereka, menempatkanya pada posisi yang terlalu tinggi, menganggap bahwa pendapatnya selalu benar padahal pemuka agama itu tidak ma'shum, hanya Rasulullah Shallallahu'alaihi Wa Sallam yang ma'shum. Hal inilah yang menjadi penyebab para kaum Nasrani menyimpang dari ajaran yang haq, dikarenakan mereka taqlid terhadap pemuka agama mereka dan tidak mau merujuk kepada kebenaran.
“Tidak sah pernikahan kecuali dengan adanya wali” (HR. Imam yang lima kecuali Nasa’i).
Mereka mengira bahwa sudah cukup pemimpin mereka sebagai walinya, padahal ayah mereka lebih berhak untuk menikahkan putrinya. Meskipun para orang tua itu tidak terlalu mengerti tentang ilmu agama sekalipun, hal itu tidak berarti membolehkan kita untuk melangkahi mereka dalam hal ini.
“Aku bertanya kepada Rasulullah saw.: Wahai Rasulullah, ibuku (seorang musyrik) datang kepadaku mengharap bakti dariku. Apakah aku harus berbakti kepadanya? Rasulullah saw. bersabda: Ya. “ (Shahih Muslim No.1670)
Pengkiasan tentang izin orang tua ini, adalah pada perkara Jihad. Jihad itu wajib atas izin orang tua, bahkan Rasulullah melarang seseorang untuk ikut berjihad jika orang tuanya melarang, apalagi nikah.
Seseorang datang menghadap Nabi saw. memohon izin untuk ikut berperang. Nabi saw. bertanya: Apakah kedua orang tuamu masih hidup? Orang itu menjawab: Ya. Nabi saw. bersabda: Maka kepada keduanyalah kamu berperang (dengan berbakti kepada mereka). (Shahih Muslim No.4623)
Sebagai tambahan, antum bisa lihat juga hadits (Shahih Muslim No.4625) tentang lebih mengutamakan berbakti kepada orang tua daripada sholat sunnah dan ibadah sunnah lainnya.
Sudah sampaikah sabda Rasulullah Shallallahu'alaihi Wa Sallam bahwa ridho Allah adalah terletak pada keridhoan orang tua, dan kemurkaan Allah terletak pada kemurkaan kedua orangtua. Hal ini jelas-jelas akan menzhalimi orang tua kita. Padahal:
“Dan sembahlah Allah serta jangan menyekutukan sesuatu denganNya. Juga berbuat baiklah kepada kedua orang tua … “(Q.S An-Nisa': 36)
"Dan Kami berwasiat kepada manusia supaya berbuat baik kepada kedua orangtuanya." (al-Ankabut: 8)
"Dan Tuhanmu telah menentukan supaya engkau semua jangan menyembah melainkan Dia dan supaya engkau semua berbuat baik kepada kedua orangtua. Dan kalau salah seorang di antara keduanya atau keduanya ada di sisimu sampai usia tua, maka janganlah engkau berkata kepada keduanya dengan ucapan "cis", dan jangan pula engkau menggertak keduanya, tetapi ucapkanlah kepada keduanya itu ucapan yang mulia - penuh kehormatan.
"Dan turunkanlah sayap kerendahan - maksudnya: Rendahkanlah dirimu - terhadap kedua orangtuamu itu dengan kasih-sayang dan katakanlah: "Ya Tuhanku, kasihanilah kedua orang tuaku itu sebagaimana keduanya mengasihi aku di kala aku masih kecil." (al-lsra': 23-24)
Terangkan kepada orang tua dengan lembut dan bersabarlah atasnya, jangan mendurhakainya. Ada juga ikhwan yang akhirnya pergi dari rumah karena tidak mendapat izin ini, padahal:
"Tidak akan masuk syurga seseorang yang memutuskan." Sufyan berkata dalam riwayatnya bahawa yang dimaksudkan ialah memutuskan ikatan kekeluargaan. (Muttafaq 'alaih)
Tidak takutkah mereka (ikhwan tersebut) dengan hadits ini
Dari Abu Bakrah r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Tidakkah engkau semua suka kalau saya memberitahukan kepadamu semua tentang sebesar-besarnya dosa besar." Kita -yakni para sahabat – berkata: "Baiklah, ya Rasulullah." Beliau s.a.w. lalu bersabda: "Yaitu menyekutukan kepada Allah, berani melawan kedua orang tua," (Muttafaq 'alaih)
"Dosa-dosa besar itu ialah menyekutukan sesuatu dengan Allah melawan - yakni berani - kepada kedua orang tua, membunuh jiwa dan sumpah dusta - yakni palsu." (Riwayat Bukhari)
Mereka (ikhwan tersebut) mengatakan bahwa itu adalah ibadah dan hal yang baik, padahal Allah menetapkan bahwa ini Dosa Besar bahkan sebesar besarnya Dosa, Naudzubillahimindhaalik. Tidaklah hal itu terjadi kecuali karena kejahilan mereka terhadap ilmu agama ini, mereka mengira bahwa merka telah faham tentang ilmu agama sehingga mereka bisa melakukan apapun sesuai dengan kehendaknya atas nama agama yang suci ini.
Entahlah apakah mereka (ikhwan tersebut) masih berani mengatakan bahwa pernikahan mereka atas dasar agama? Dimana jelas-jelas orang tua mereka tidak ridho terhadap apa yang mereka lakukan itu. Saya katakan : “Bathil Bathil dan Bathil”. Silahkan Antum menilai sendiri hukum pernikahan seperti ini, namun jika Antum telah melakukannya atas dasar kejahilan atau ketidaktahuan Antum, maka segeralah bertaubat kepada Allah, karena Allah maha penerima taubat dan yang tidak kalah penting adalah penuhilah hak dari orang tua dengan berbakti kepadanya.
Ada lagi ikhwan yang merasa belum mendapatkan wanita yang sempurna dimatanya atau sesuai dengan kriterianya. Tidaklah ana mencela ikhwan tersebut, namun ana hanya ingin menyampaikan hadits berikut:
"Perempuan itu dinikahi karena empat perkara. Yaitu, karena hartanya, keturunannya, kecantikan, dan agamanya, maka nikahilah karena agamanya (jika tidak), niscaya kamu sengsara." (HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud dan An Nasa'i)
Pernah suatu ketika, seorang ikhwan berada di depan ana dengan yakinnya berkata dalam hal membandingkan agama dengan kecantikan, katanya “lebih baik menikah dengan wanita cantik yang agamanya tidak bagus daripada menikah dengan wanita yang tidak cantik meski agama yang bagus”, ditambahkan olehnya bahwa “wajah yang tidak cantik tidak akan bisa diubah, sedangkan agamanya yang tidak bagus masih bisa diperbaiki menjadi bagus”. Mudah-mudahan Allah mengampuninya atas kejahilannya dalam membandingkan agama dengan kecantikan. Tidaklah dia berkata kecuali dengan syahwatnya. Padahal Allahlah yang telah menentukan kecantikan fisik setiap wanita, jauh sebelum mereka dilahirkan sedangkan mereka (para wanita itu) tidak bisa dan tidak berhak memprotes keputusan-Nya. “Allah maha berkuasa atas segala sesuatu” (Al Quran), inilah ayat yang membantah perkataan bathil ini “wajah yang tidak cantik tidak akan bisa diubah, sedangkan agamanya yang tidak bagus masih bisa diperbaiki menjadi bagus”. Tidakkah dia (ikhwan itu) tahu bahwa:
"Perempuan itu dinikahi karena empat perkara. Yaitu, karena hartanya, keturunannya, kecantikan, dan agamanya, maka nikahilah karena agamanya (jika tidak), niscaya kamu sengsara." (HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud dan An Nasa'i)
“Sesungguhnya orang yang termulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa di antara kamu.” (Al Hujurat 13)
“Dunia itu perhiasan dan sebaik-baik perhiasan adalah wanita (isteri) yang shalihah.” (HR. Muslim)
“Janganlah kamu menikahi seorang wanita karena kecantikannya, mungkin saja kecantikannya itu membuatnya hina. Janganlah kamu menikahi seorang wanita karena hartanya, mungkin saja harta itu membuatnya melampaui batas. Akan tetapi nikahilah seorang wanita karena agamanya. Sebab, seorang budak wanita yang shaleh, meskipun buruk wajahnya, adalah lebih utama.” (HR Ibnu Majah).
Mengapa Antum tidak segera menikah?Demikian apa yang bisa ana sampaikan, mudah-mudah tulisan yang singkat ini bisa diambil manfaatnya. Bahwasanya setiap kebenaran dari apa yang ana tulis disini datangnya dari Allah, sedangkan setiap kesalahan dari tulisan ini adalah akibat dari kejahilan ana atas hal ini. Oleh karena itu ana berserah diri kepada Allah dan memohon petunjukNya serta tidak lupa menghaturkan permohonan maaf atas segala kesalahan ana tersebut.
Wabillahittaufiq wal hidayah